top of page

 

 Radar Malang - Produk Kampoeng lampion (Agus Sujianto) sudah dikenal di seantero Indonesia. Tak hanya Indonesia, produknya kini juga sudah menembus mancanegara, termasuk ke Eropa. Setiap bulan misalnya, August mengirim 500 lampion ke Perancis.

Tidak sulit untuk mencari dimana August tinggal. Hampir semua warga Kelurahan Jodipan, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, mengenal August . Cukup sebut “August Lampion”, orang-orang langsung menunjukkan lokasi rumahnya. Berada di sebuah gang sempit sebelah barat Jalan Juanda Gang 5, Agus dan keluarganya tinggal di sebuah rumah bernomor 19.

Pria yang mempunyai tinggi sekitar 175 sentimeter tersebut membiarkan rambut gondrongnya acak-acakan. Tampilannya seperti seniman kebanyakan. Gayanya santai dan apa-adanya. Begitulah keseharian August yang selama lebih dari 17 tahun tersebut dikenal sebagai perajin lampion yang handal.



Usaha lampion dirintis pada 1996 lalu. Saat itu August yang hanya tamatan SMA dan lama menganggur itu berniat untuk membuka usaha sendiri. Ia pun melihat lampion menjadi satu bentuk kerajinan yang punya potensi besar. Tidak seperti sekarang, waktu itu pengrajin lampion bisa dihitung dengan jari. “Akhirnya aku coba-coba. Apalagi ada orang yang pesan,” kata dia.
Dari coba-coba itu, August makin jatuh cinta pada lampion. Lambat laun, pesanan lampion mengalir semakin deras. Menyadari makin hari pesananannya makin banyak, August mencari orang lain untuk membantu pekerjaannya.
Sedikitnya, ada delapan orang pengrajin yang ia berdayakan. Kebanyakan adalah warga di sekitar tempat tinggalnya. Dengan delapan pekerja, dalam sebulan August bisa menyelesaikan pesanan 2.500 buah lampion. Bahkan, 2-3 bulan menjelang Imlek, pesanan lampion semakin tinggi. Bisa lebih dari 3.000 lampion sebulan. Pesanan lampion datang dari berbagai daerah, mulai Jember, Jakarta, hingga Samarinda.
Bahkan, selama beberapa tahun belakangan, August rutin mengirim 300-500 lampion ke Perancis setiap bulannya. Bentuk lampionnya elips, seperti piring terbang. Sedangkan motif yang digunakan adalah batik.
Tidak cukup puas dengan lampion rotan, dalam 3-4 tahun belakangan, August mulai membuat lampion karakter. Bentuknya macam-macam, dari model bunga, hewan, sampai karakter kartun Spongebob. Lampion-lampion karakter biasanya dipesan oleh pusat perbelanjaan. Tapi paling banyak oleh taman-taman kota dan tempat rekreasi. Di antaranya mulai Batu Night Spectacular (BNS) di Kota Batu, Taman Kota Jombang dan Bondowoso, hingga Alun-Alun Sidoarjo dan Ngawi.
Terakhir, mulai Maret nanti karya-karya August bisa dinikmati pengunjung International Batik Center (IBC) Pekalongan. Total ada 40 lampion berbagai ukuran yang yang menghiasi pusat batik terbesar itu. Ada lampion karakter Doraemon dengan tinggi sekitar 1 meter, hingga karakter Patrick Star setinggi 1,7 meter.
Berbeda dengan lampion rotan, pengerjaan lampion karakter lebih rumit. Untuk bentuk paling sederhana seperti labu Halloween dengan diameter 50 sentimeter, August bisa mengerjakan paling banter lima buah dalam sehari. Untuk lampion karakter yang kecil-kecil seperti itu, harganya paling murah Rp 150 ribu, lebih mahal ketimbang lampion rotan yang sekitar Rp 30 ribu per buahnya.
Tapi sebenarnya tidak ada patokan untuk harga lampion karakter. Semua bergantung pada ukuran dan tingkat kerumitan pembuatannya. Lampion karakter paling besar yang pernah dikerjakan adalah gapura berbentuk masjid yang dipesan oleh Batu Paradise. Tingginya lebih dari dua meter dan memakan waktu pengerjaan hampir dua minggu. Karena itu, tidak heran bila harganya sampai tembus Rp 5 juta.
Karena rumitnya membuat lampion karakter, kuantitas produksinya tidak bisa sebanyak lampion rotan. Jika untuk lampion rotan dia bisa memproduksi 3.000 lebih, maka lampion karakter sekitar 50 per bulan. (*/fir)
INDRA MUFARENDRA

bottom of page